Langsung ke konten utama

SEGERA SAHKAN RUU PKS

 https://www.merdeka.com/foto/peristiwa/1195720/20200707165343-geruduk-mpr-dpr-massa-gerak-perempuan-tuntut-sahkan-ruu-p-ks-002-.html



Sebagai makhluk bermartabat, manusia memiliki sejumlah hak dasar yang wajib dilindungi, seperti hak hidup, hak beropini, hak berkumpul, serta hak beragama dan hak berkepercayaan. Nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) mengajarkan agar hak-hak dasar yang asasi tersebut dilindungi dan dimuliakan. HAM mengajarkan prinsip persamaan dan kebebasan manusia sehingga tidak boleh ada diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan terhadap manusia dalam bentuk apapun dan juga tidak boleh ada pembatasan dan pengekangan apa pun terhadap kebebasan dasar manusia, termasuk didalamnya kekerasan seksual. 

Kekerasan seksual didefinisikan oleh Badan Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO), sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuan, dan memiliki unsur paksaan atau ancaman, dari definisi ini kita dapat menilai bahwa pelaku ataupun korban dari kekerasan seksual itu bisa siapa saja, baik itu laki-laki maupun perempuan, namun sangat mungkin korban kekerasan seksual itu terjadi pada perempuan. 

Menurut data dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di tahun 2020 yang rilis pada 2021, pada Ranah Publik atau Komunitas sebesar 21 % (1.731 kasus) dengan kasus paling menonjol adalah kekerasan seksual sebesar 962 kasus (55%) yang terdiri dari kekerasan seksual lain (atau tidak disebutkan secara spesifik) dengan 371 kasus, diikuti oleh perkosaan 229 kasus, pencabulan 166 kasus, pelecehan seksual 181 kasus, persetubuhan sebanyak 5 kasus, dan sisanya adalah percobaan perkosaan 10 kasus. Istilah pencabulan dan persetubuhan masih digunakan oleh Kepolisian dan Pengadilan karena merupakan dasar hukum pasal-pasal dalam KUHP untuk menjerat pelaku (catahu). Pada Ranah Personal KDRT/RP (Kasus Dalam Rumah Tangga/ Ranah Personal) sebanyak 79% (6.480 kasus). Diantaranya terdapat Kekerasan Terhadap Istri (KTI) menempati peringkatpertama 3.221 kasus (50%), disusul kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi kedua. Posisi ketiga adalah kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (15%), sisanya adalah kekerasan oleh mantan pacar, mantan suami, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. 

Data diatas dalam hal kekerasan seksual dalam lingkup Rumah Tangga, sudah diatur payung hukumnya dengan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang didalamnya juga terdapat larangan terhadap kekerasan seksual. UU Nomor 23 Tahun 2004 tersebut sudah diatur cukup jelas pencegahan, perlindungan, pemulihan, dan lain-lain terhadap korban. Korban yang dimaksud dalam UU Nomor 23 2004 tersebut bisa laki-laki, maupun perempuan atau orang lain yang tinggal di rumah. Namun dalam ranah publik, belum ada UU yang didalamnya mengatur khusus korban kekerasan seksual dengan berbagai macam perlindungan maupun pemulihan kepada korban, keluarga korban, saksi, dan lain-lain. 

Kini atas inisiatif DPR RI telah memasukan kembali Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS red) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2022 yang sebelumnya sudah dimasukan juga dalam Prolegnas 2021. Tentu dengan hadirnya RUU PKS ini melahirkan pro dan kontra, namun menurut hemat Penulis, RUU PKS ini merupakan kebutuhan bagi masyarakat wabilkhusus perempuan dan anak- anak. 

Sepanjang 2021 pihak-pihak tertentu menolak keras atas RUU PKS ini dengan argumentasi yang menurut Penulis tidak pada tempatnya. Menurut pihak yang menolak, RUU PKS ini melegalisasi zina dan Aborsi. Penulis mengamati RUU PKS tidak ada satu pasal pun yang mengatakan mengizinkan atau memperbolehkan perbuatan Zina dan Aborsi, karena dalam RUU ini memang berfokus pada Kekerasan Seksual. 

Pihak yang menolak RUU PKS ini karena dengan alasan melegalisasi zina karena didalamnya tidak ada tindak pidana apabila seseorang melakukan perbuatan zina tanpa kekerasan dan paksaan. Argumentasi ini sangat bias dan membalikan pemikiran dalam konteks yang berbeda, Penulismenyebutnya argumentasi tersebut bagaikan meletakan sesuatu yang bukan pada tempatnya. RUU PKS ini merupakan khusus untuk kekerasan seksual, bukan tentang seksual secara umum, didalamnya diatur bagaimana pencegahan, perlindungan, dan pemulihan kepada korban, saksi, dan keluarga korban serta pemberatan terhadap para pelaku Kekerasan Seksual, sehingga tidak tepat apabila meletakan zina pada konteks kekerasan seksual. Saran Penulis kalau ingin mempidanakan zina, silahkan saja mengusulkan RUU yang baru atau memasukan dalam RUU KUHP, sehingga keinginan pihak yang menolak RUU PKS dan yang setuju RUU PKS akan terakomodir. 

Bukan hanya itu saja, ada juga pihak yang mengatakan RUU PKS ini melegalisasi Aborsi dengan dicantumkannya rumusan Pasal 15 Pemaksaan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d adalah Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk memaksa orang lain untuk melakukan aborsi dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan. Maka apabila tindakan Aborsi tanpa adanya kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan maka akan diperbolehkan. Pendapat semacam ini lagi-lagi diluar konteks bahkan pengaturan tindak Pidana Aborsi sendiri sudah diatur dalam KUHP dan UU 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, jadi sudah cukup lengkap pengturan tindakan Aborsi dalam sistem hukum kita, sehingga perlu menambahkan saja apabila aborsi dilakukan atas rumusan Pasal 15 RUU PKS yaitu dengan paksaan maka akan dipidana serta penanganan, pemulihan, dan perlindungan Korban akan terjamin oleh RUU PKS. 

Argumentasi penolakan terhadap RUU ini jelas menyalahi dari Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yaitu “Kejelasan Tujuan”, tujuan dari RUU PKS ini adalah fokus pada Kekerasan seksual mulai dari Judul, konsideran, sampai dengan batang tubuh. Bahkan, tujuan RUU PKS ini dinormakan dalam RUU PKS sendiri pada rumusan Pasal 3, mencegah segala bentuk Kekerasan Seksual, menangani, melindungi dan memulihkan Korban, menindak pelaku, dan mewujudkan lingkungan bebas Kekerasan Seksual. Dari tujuan ini telah jelas tidak ada bertujuan untuk mempidanakan zina maupun Aborsi tanpa paksaan dan kekerasan, sehingga kalaupunmempidanakan zina maupun Aborsi tanpa paksaan ini dimuat maka akan melahirkan UU yang berpotensi cacat Formil, karena mengatur hal-hal lain yang tidak sesuai dengan tujuan dari RUU PKS ini.

Berdasarkan argumentasi Penulis, maka penolakan atas RUU PKS ini cenderung memperlambat proses pengesahan menjadi Undang-undang, disamping adanya penolakan saat ini ada banyak kasus kekerasan seksual yang justru masih terjadi tanpa adanya penanganan, perlindungan, pemulihan yang sesui dikehendaki oleh RUU PKS. Baik kiranya agar DPR RI bersama Pemerintah agar sesegeranya menindaklanjuti RUU PKS ini agar segera disahkan.

foto diambil dari merdeka.com

Penulis : Frimaputra Sandi, S.H.

Postingan populer dari blog ini

#EXTINF:0 tvg-logo="https://www.mncvision.id/userfiles/image/channel/channel_422.png" group-title="TIMNAS",Sportstars 2 #EXTVLCOPT:http-referrer=https://www.visionplus.id/ https://d1d2sbhidw0n3y.cloudfront.net/out/v1/cee2ab61ee8d4ff19cb0f0bffc37f9b8/index.m3u8 #EXTINF:-1 tvg-logo="https://cdn.kibrispdr.org/data/114/download-logo-rcti-4.png" group-title="TIMNAS", RCTI+ LIVE ONLY TIMNAS 2 #EXTVLCOPT:http-referrer=https://www.rctiplus.com/ https://liveplus.rctiplus.id/RTMP-IN-avc1_2500000=7-mp4a_128000=2.m3u8 #EXTINF:-1 tvg-logo="https://cdn.kibrispdr.org/data/114/download-logo-rcti-4.png" group-title="TIMNAS", RCTI LIVE ONLY TIMNAS rtmp://103.63.25.253/live/test123 #EXTINF:-1 tvg-logo="https://cdn.kibrispdr.org/data/114/download-logo-rcti-4.png" group-title="TIMNAS", RCTI+ LIVE TIMNAS 2 #EXTVLCOPT:http-referrer=https://www.rctiplus.com/ https://pastebin.com/raw/0a96dpHJ

PANCASILA SEBAGAI KAIDAH PENUNTUN HUKUM NASIONAL

Berbagai macam permasalahan politik dan hukum seolah-olah menjadi isu yang tidak ada habisnya di negeri ini, namun sebagai warga Negara kita harus bersikap bijak untuk mengambil dari segi positifnya dan tetap berpikir kritis dalam mencerna fenomena yang ada. Isu yang sedang berkembang pada saat ini salah satunya adalah mengenai Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan, dalam rancangan tersebut asas tunggal Pancasila menjadi permasalahan yang sedang diributkan mengenai keberadaannya pada asas yang berlaku di dalam Organisasi kemasyarakatan, tentu ada pro dan kontra dalam permasalahan ini.   Dalam sejarahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, para pendahulu kita menetapkan bahwa Pancasila merupakan Modus Vivendi yang menjadi ideology bangsa dan Negara, meskipun dalam pembuatannya penuh perdebatan, namun 5 sila inilah yang menjadi karya bersama para pemimpin bangsa terdahulu dan hingga kini menjadi ideology bangsa dan Negara. Pada konteks ini, Pemerintah menjad...

gak ada

#EXTINF:-1 tvg-logo="https://images." group-title="LIVE EVENT", LIVE VOLI KOREA https://livecloud.akamaized.net/sports/lip2_kr2/anmssgpu0004/xcxvb8tcewzk7mpcanlgq9pb2laynib1j7md/1080.stream/hdntl=exp=1743801244~acl=*%2fxcxvb8tcewzk7mpcanlgq9pb2laynib1j7md%2f*~data=hdntl~hmac=d60aefd277cc8b6e812384513ed60985389e7ac5e7b23304e46d87c250dcea04/chunklist.m3u8?